Kamis, 27 Oktober 2016

PENGELOLAAN KELAS DALAM STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

ASPEK ASPEK PENGELOLAAN KELAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas “Penulisan Makalah” Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar




Disusun Oleh:
Nama: Asep Herdiana
NIM: 0821039293

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN, DAN REKREASI 
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) 
SEBELAS APRIL SUMEDANG 
2012



ASPEK-ASPEK PENGELOLAAN KELAS

BAB I 
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
       Dalam proses pembelajaran bahwa penguasaan pengetahuan dan keterampilan hidup yang dibutuhkan siswa dalam menghadapi kehidupan real adalah merupakan tujuan pendidikan. Tetapi dalam proses pembelajaran dalam kelas bagaimana siswa dapat memahami dan menguasai bahan ajar secara tuntas masih merupakan masalah yang sulit.
       Hal tersebut dikarenakan dalam satu kelas para siswa adalah merupakan makhluk sosial yang mempunyai latar belakang yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari kecerdasan, aspek psikologis dan biologis. Dari perbedaan tersebut dapat menimbulkan beragamnya sikap dan anak didik di dalam kelas.
       Menjadi tugas guru bagaimana menjadikan keanekaragaman karakteristik siswa tersebut dapat diatasi sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Hal itu merupakan tugas guru dalam mengelola kelas dengan baik. Keterampilan guru dalam proses pembelajaran tidak hanya tertuang dalam penguasaan bahan ajar atau penggunaan metode pembelajaran, tetapi proses pembelajaran yang baik akan dipengaruhi pula oleh iklim belajar yang kondusif atau maksimal berkaitan dengan pangaturan orang (siswa) dan barang.
       Banyaknya keluhan guru karena sukarnya mengelola kelas sehingga tujuan pembelajaran sukar untuk dicapai. Hal ini kiranya tidak perlu terjadi apabila ada usaha yang dapat dilakukan oleh guru dalam menciptakan iklim belajar yang kondusif dan maksimal. Misalnya penataan ruang kelas berupa pengaturan atau penataan tempat duduk yang sesuai dengan kegiatan yang sedang berlangsung.
       Pengelolaan kelas yang baik akan melahirkan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Tujuan pembelajaran pun dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti. Dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa guru telah berhasil dalam mengajar. Keberhasilan kegiatan belajar mengajar dapat diketahui setelah diadakan evaluasi dengan seperangkat item soal yang sesuai dengan rumusan tujuan pembelajaran.
       Dari permasalahan tersebut maka kiranya perlu bagi guru atau calon pengajar mengetahui dan memahami tentang pengelolaan kelas, salah satunya yaitu pengaturan ruangan kelas berupa penataan tempat duduk siswa.

1.2 Tujuan Penulisan
       Dari pemaparan di atas maka yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
1) Untuk memperoleh gambaran tentang apa itu pengelolaan kelas.
2) Untuk memperoleh gambaran tentang penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk dari pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru dalam upaya pencapaian tujuan pembelajaran dan pendidikan.

1.3 Manfaat Penulisan
       Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu dapat menambah wawasan bagi guru dan mahasiswa keguruan tentang pengelolaan kelas, dan bagaimana penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk dari pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru.

BAB II 
PENATAAN TEMPAT DUDUK SISWA SEBAGAI BENTUK PENGELOLAAN KELAS

2.1  Pengertian Pengelolaan Kelas
       Menurut Winataputra (2003), mengatakan bahwa pengelolaan kelas adalah serangkaian kegiatan guru yang ditujukan untuk mendorong munculnya tingkah laku siswa yang diharapkan dan menghilangkan tingkah laku siswa yang tidak diharapkan, menciptakan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio emosional yang positif, serta menciptakan dan memelihara organisasi kelas yang produktif dan efektif.
       Akhmad Sudrajat menyatakan bahwa: “Pengelolaan kelas lebih berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (pembinaan rapport, penghentian prilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif), di dalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas”.
       Dan menurut Winzer (Winataputra, 1003: 9.9) menyatakan bahwa pengelolaan kelas adalah cara-cara yang tempuh guru dalam menciptakan lingkungan kelas agar tidak terjadi kekacauan dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai tujuan akademis dan sosial.
       Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal. Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (manajemen) lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/fasilitas.
       Kegiatan guru tersebut dapat berupa pengaturan kondisi dan fasilitas yang ada di dalam kelas yang diperlukan dalam proses pembelajaran diantaranya tempat duduk, perlengkapan dan bahan ajar, lingkungan kelas (cahaya, temperatur udara, ventilasi), dan lain-lain.

2.2  Penataan Ruang Kelas
       Pembelajaran yang efektif dapat bermula dari iklim kelas yang dapat menciptakan suasana belajar yang menggairahkan, untuk itu perlu diperhatikan pengaturan/penataan ruang kelas dan isinya, selama proses pembelajaran. Lingkungan kelas perlu ditata dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang aktif antara siswa dengan guru, dan antar siswa. Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menata lingkungan fisik kelas menurut Loisell (Winataputra, 2003) yaitu:
  1. Visibility (keleluasaan pandangan). Visibility artinya penempatan dan penataan barang-barang di dalam kelas tidak mengganggu pandangan siswa, sehingga siswa secara leluasa dapat memandang guru, benda atau kegiatan yang sedang berlangsung. Begitu pula guru harus dapat memandang semua siswa dalam kegiatan pembelajaran.
  2. Accesibility (mudah dicapai). Penataan ruang harus dapat memudahkan siswa untuk meraih atau mengambil barang-barang yang dibutuhkan selama proses pembelajaran. Selain itu jarak antar tempat duduk harus cukup untuk dilalui oleh siswa sehingga siswa dapat bergerak dengan mudah dan tidak mengganggu siswa lain yang sedang bekerja.
  3. Fleksibilitas (keluwesan). Barang-barang di dalam kelas hendaknya mudah ditata dan dipindahkan yang disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran. Seperti penataan tempat duduk yang perlu dirubah jika proses pembelajaran menggunakan metode diskusi, dan kerja kelompok.
  4. Kenyaman. Kenyamanan disini berkenaan dengan temperatur ruangan, cahaya, suara, dan kepadatan kelas.
  5. Keindahan. Prinsip keindahan ini berkenaan dengan usaha guru menata ruang kelas yang menyenangkan dan kondusif bagi kegiatan belajar. Ruangan kelas yang indah dan menyenangkan dapat berpengaruh positif pada sikap dan tingkah laku siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

       Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak didik berkelompok dan memudahkan guru bergerak secara leluasa untuk membantu dan memantau tingkah laku siswa dalam belajar. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal berikut perlu diperhatikan menurut Conny Semawan, dkk. Yaitu:
       Ukuran bentuk kelas, bentuk serta ukuran bangku dan meja, jumlah siswa dalam kelas, jumlah siswa dalam setiap kelompok, jumlah kelompok dalam kelas, komposisi siswa dalam kelompok (seperti siswa yang pandai dan kurang pandai, pria dan wanita). Berkaitan dengan penataan ruang kelas belajar maka pada penulisan makalah ini hanya berkaitan dengan pengelolaan kelas berupa penempatan tempat duduk siswa saja.

2.3  Tempat Duduk Siswa.
       Tempat duduk merupakan fasilitas atau barang yang diperlukan siswa dalam proses pembelajaran terutama dalam proses belajar di kelas di sekolah formal. Tempat duduk dapat mempengaruhi proses pembelajaran siswa, bila tempat duduknya bagus, tidak terlalu rendah, tidak terlalu besar, bundar, empat persegi panjang, sesuai dengan keadaan tubuh siswa. Maka siswa akan merasa nyaman dan dapat belajar dengan tenang.
       Sebaiknya tempat duduk siswa itu mudah diubah-ubah formasinya yang disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan pembelajaran. Untuk ukuran tempat duduk pun sebaiknya tidak terlalu besar ataupun terlalu kecil sehingga mudah untuk diubah-ubah dan juga harus disesuaikan dengan bentuk ukuran kelas.
       Sebenarnya banyak macam posisi tempat duduk yang biasa digunakan di dalam kelas seperti berjejer ke belakang, bentuk setengah lingkaran, berhadapan, dan sebagainya. Biasanya posisi tempat duduk berjejer ke belakang digunakan dalam kelas dengan metode belajar ceramah. Dan untuk metode diskusi dapat menggunakan posisi setengah lingkaran atau berhadapan. 
       Dan sebagai alternatif penataan tempat duduk dengan metode kerja kelompok atau bahkan bentuk pembelajaran kooperatif, maka menurut Lie (2007: 52) ada beberapa model penataan bangku yang biasa digunakan dalam pembelajaran kooperatif, diantaranya seperti:
  1. Meja tapal kuda, siswa berkelompok di ujung meja. Penataan tapal kuda, siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan. 
  2. Meja panjang meja kelompok, siswa dalam satu kelompok ditempatkan berdekatan.
  3. Meja berbaris, dua kelompok duduk berbagi satu meja. Dan masih ada beberapa bentuk posisi tempat duduk yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kooperatif ini.

       Dalam memilih desain penataan tempat duduk perlu memperhatikan jumlah siswa dalam satu kelas, yang akan disesuaikan pula dengan metode yang akan digunakan. Hal yang tidak boleh kita lupakan bahwa dalam penataan tempat duduk siswa tersebut guru tidak hanya menyesuaikan dengan metode pembelajaran yang digunakan saja. Tetapi seorang guru perlu mempertimbangkan karakteristik individu siswa, baik dilihat dari aspek kecerdasan, psikologis, dan biologis siswa itu sendiri. Hal ini penting karena guru perlu menyusun atau menata tempat duduk yang dapat memberikan suasana yang nyaman bagi para siswa.
       Menurut Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, melihat siswa sebagai individu dengan segala perbedaan dan persamaannya yang pada intinya mencakup ketiga aspek di atas. Persamaan dan perbedaan yang dimaksud adalah:
Persamaan dan perbedaan dalam kecerdasan (intelegensi).
Persamaan dan perbedaan dalam kecakapan.
Persamaan dan perbedaan dalam hasil belajar.
Persamaan dan perbedaan dalam bakat.
Persamaan dan perbedaan dalam sikap.
Persamaan dan perbedaan dalam kebiasaan.
Persamaan dan perbedaan dalam pengetahuan/pengalaman.
Persamaan dan perbedaan dalam ciri-ciri jasmaniah.
Persamaan dan perbedaan dalam minat.
Persamaan dan perbedaan dalam cita-cita.
Persamaan dan perbedaan dalam kebutuhan.
Persamaan dan perbedaan dalam kepribadian.
Persamaan dan perbedaan dalam pola-pola dan tempo perkembangan.
Persamaan dan perbedaan dalam latar belakang lingkungan.
       Berbagai persamaan dan perbedaan kepribadian siswa di atas, sangat berguna dalam membantu usaha pengaturan siswa di kelas. Terutama berhubungan dengan masalah bagaimana pola pengelompokan siswa dan penataan tempat duduk dengan metode belajar kelompok guna menciptakan lingkungan belajar aktif dan kreatif, sehingga kegiatan belajar yang penuh dengan kesenangan dan bergairah dapat terlaksana.
       Penempatan siswa kiranya harus mempertimbangkan pula pada aspek biologis seperti: postur tubuh siswa, dimana menempatkan siswa yang mempunyai tubuh tinggi dan atau rendah. Dan bagaimana menempatkan siswa yang mempunyai kelainan dalam arti secara psikologis, misalnya siswa yang hyper-aktif, suka melamun, dan lain-lain.

2.4  Penempatan Tempat Duduk Siswa Sebagai Bentuk Pengelolaan Kelas
       Tujuan utama penataan lingkungan fisik kelas adalah mengarahkan kegiatan siswa dan mencegah munculnya tingkah laku siswa yang tidak diharapkan melalui penataan tempat duduk, perabot, pajangan, dan barang-barang lainnya di dalam kelas. 
       Penataan tempat duduk adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh guru dalam mengelola kelas. Karena pengelolaan kelas yang efektif akan menentukan hasil pembelajaran yang dicapai. Dengan penataan tempat duduk yang baik maka diharapkan akan menciptakan kondisi belajar yang kondusif, dan juga menyenangkan bagi siswa.
       Hal ini sesuai dengan pendapat Winzer (Winataputra, 2003: 9-21) bahwa: “Penataan lingkungan kelas yang tepat berpengaruh terhadap tingkah keterlibatan dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut, diketahui bahwa tempat duduk berpengaruh juga terhadap waktu yang digunakan siswa untuk menyelesaikan tugas yang diberikan”.
       Sesuai dengan maksud pengelolaan kelas sendiri bahwa pengelolaan kelas merupakan upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif, melalui kegiatan pengaturan siswa dan barang/fasilitas. Selain itu pengelolaan kelas dimaksudkan menciptakan, memelihara tingkah laku siswa yang dapat mendukung proses pembelajaran. Maka dengan demikian pengelolaan kelas berupa penataan tempat duduk siswa sebagai bentuk pengelolaan kelas dapat membantu menciptakan proses pembelajaran yang sesuai dengan tujuan.

BAB III 
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
       Keterampilan pengelolaan kelas perlu dimiliki oleh guru, karena hal ini akan membantu dalam pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri. Pengelolaan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru yang ditujukan untuk menciptakan kondisi kelas yang memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran yang kondusif dan maksimal.
       Pengelolaan kelas ditekankan pada aspek pengaturan (management) lingkungan pembelajaran yaitu berkaitan dengan pengaturan orang (siswa) dan barang/fasilitas. Salah satu bentuk pengelolaan kelas adalah penataan tempat duduk, dimana penataan tempat duduk perlu memperhatikan lingkungan fisik kelas dan juga keanekaragaman karakteristik siswa, serta mempertimbangkan kesesuaian metode yang digunakan dengan tujuan akhir dari pembelajaran itu sendiri.
       Kondisi dan posisi tempat duduk dapat menentukan aktivitas belajar siswa di kelas. Hal tersebut disebabkan karena tempat duduk yang nyaman akan membantu siswa untuk tenang dalam belajar dan dapat pula menimbulkan gairah belajar siswa.

3.2  Saran
       Kiranya perlu menjadi perhatian bagi guru dan bahkan calon pengajar bahwa keterampilan mengelola kelas salah satunya penataan tempat duduk harus dikuasai. Pengelolaan kelas menyangkut kepada menciptakan iklim atau kondisi belajar yang kondusif dan maksimal. Melalui penataan tempat duduk yang tepat diharapkan akan memfasilitasi siswa untuk belajar dengan aktif. Adapun saran yang dapat dilakukan dalam penataan tempat duduk seperti: 
       Menentukan posisi tempat duduk yang disesuaikan dengan metode pembelajaran dan tujuan pembelajaran. Kondisi baik bentuk, ukuran tempat duduk harus baik dan pas. Menggunakan tempat duduk yang mudah diatur atau diubah-ubah untuk mempermudah merubah posisi tempat duduk. Penempatan siswa sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya, misalnya: menempatkan siswa yang berfostur tinggi di belakang, yang hyper-aktif di depan.

Senin, 24 Oktober 2016

Jenis-jenis Manusia Purba dan Benda-benda Peninggalan Zaman Prasejarah

TUGAS MAKALAH

JENIS-JENIS MANUSIA PURBA DAN BENDA-BENDA PENINGGALAN ZAMAN PRASEJARAH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Bidang Studi Ilmu Pengetahuan Sosial



Disusun Oleh:
Nama: Nia Narulita
NIS:
Kelas:

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI 1 CISITU, KECAMATAN CISITU, KABUPATEN SUMEDANG
Tahun Pelajaran 2016 / 2017



KATA PENGANTAR



        Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat, taufik serta hidayahNya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas kliping ini. Tidak lupa sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad S.A.W. Nabi yang telah membawa kita dari alam jahiliyah ke alam yang terang benderang penuh dengan ilmu pengetahuan. Semoga kita termasuk umatnya yang akan mendapatkan syafaatnya besok di hari kiamat. Amin.
       Penyusunan makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang diampu oleh ibu Dian Palupi S.Pd. Dan kliping ini berisi tentang contoh, gambar-gambar kehidupan pada zaman prasejarah.
       Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi kita semua, terutama bagi kami. Kami menyadari bahwa kliping ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan kliping ini.
       Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan kliping ini dari awal sampai akhir. Apabila ada kekeliruan kata atau kalimat, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Cisitu, 7 September 2016
Penyusun
Nia Narulita dkk.



DAFTAR ISI 


Halaman
Kata Pengantar …………………………………………………...............................……………. i
Daftar Isi ………………………………………………………...............................…………….. ii
BAB I PEMBAHASAN 
1.1 Jenis-jenis Manusia Purba Yang Ditemukan Di Indonesia …..........................................……. 1
1.4 Benda-benda Peninggalan Sejarah Di Indonesia ……………..........................................…… 4
BAB II Kesimpulan Dan Saran
2.1 Kesimpulan ……………………………………………….........................................………. 10
2.2 Saran …………………….........................................………………………………………... 10


BAB I 
PEMBAHASAN

1.1 Jenis-jenis Manusia Purba Yang Ditemukan Di Indonesia
       
       Manusia Jawa (Homo Erectus Paleojavanicus) adalah jenis Homo Erectus yang pertama kali ditemukan. Pada awal penemuannya, makhluk mirip manusia ini diberi nama ilmiah Pithecanthropus Erectus oleh Eugene Dubois, pemimpin tim yang berhasil menemukan fosil tengkoraknya di Trinil pada tahun 1891. Nama Pithecanthropus Erectus sendiri berasal dari akar bahasa Yunani dan Latin dan memiliki arti manusia kera yang dapat berdiri.
       Ketika itu, Eugene Dubois tidak berhasil mengambil fosil Pithecanthropus secara banyak melainkan hanya tempurung tengkorak, tulang paha atas, dan tiga giginya saja. Dan sampai saat ini, belum ditemukan bukti yang jelas bahwa ketiga tulang tersebut berasal dari spesies yang sama.
Sebuah laporan berisi 342 halaman ditulis pada waktu itu tentang keraguan validitas penemuan tersebut. meskipun demikian manusia Jawa masih dapat ditemukan di buku-buku pelajaran saat ini. Fosil yang lebih lengkap kemudian ditemukan di Desa Sangiran (Jawa Tengah), sekitar 18 km ke utara dari kota Solo. Fosil berupa tempurung tengkorakmanusia ini ditemukan oleh Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald, seorang ahli paleontologi dari Berlin, pada tahun 1936. Selain fosil banyak pula penemuan-penemuan lain di situs Sangiran ini.
       Sampai temuan manusia yang lebih tua lainnya ditemukan di Great Rift Valley (Kenya), temuan Dubois dan von Koenigswald merupakan manusia tertua yang diketahui. Temuan ini juga dijadikan rujukan untuk mendukung teori evolusi Charles Darwin dan Alfred Russel Wallace. Banyak ilmuwan pada saat itu yang juga mengajukan teori bahwa Manusia Jawa mungkin merupakan mata rantai yang hilang antara manusia kera dengan manusia modern saat ini. Saat ini, antropolog bersepakat bahwa leluhur manusia saat ini adalah Homo erectus yang hidup di Afrika.
    
       Seorang kartunis Brazil Mauricio de Sousa, terinspirasi oleh nama ilmiah manusia Jawa, menciptakan karakter Pitheco, atau lengkapnya Pithecanthropus erectus da Silva.
Penemuan Lainnya:
a. Nama Fosil: Pithecanthropus Erectus
Tempat ditemukan: Desa Trinil di pinggir
sungai Bengawan Solo di dekat Ngawi, Provinsi Jawa Timur.
Nama Penemu: Dr. Eugene Dubois
Tahun ditemukan: 1890
Keterangan: Fosil ini dikenal juga dengan sebutan Manusia Jawa dan merupakan jenis manusia purba yang pertama kali ditemukan di Indonesia.


b. Nama Fosil: Pithecanthropus Mojokertensis
Tempat ditemukan: Daerah Perning, Mojokerto, Jawa Timur.
Nama Penemu: Duyfjes dan Von Koenigswald
Tahun ditemukan: 1936
Keterangan: Fosil ini berupa tengkorak anak-anak yang berusia sekitar 6 tahun dan diperkirakan hidup sekitar 1,9 juta tahun yang lalu.


c. Nama Fosil: Meganthropus Palaeojavanicus
Tempat ditemukan: Sangiran, daerah Surakarta, Provinsi Jawa Tengah
Nama Penemu: Von Koenigswald
Tahun ditemukan: Antara tahun 1936 – 1941
Keterangan: Fosil ini lebih besar dan lebih tegap daripada Pithecanthropus Erectus. Usianya diperkirakan paling tua diantara jenis manusia purba yang lain di Indonesia.


d. Nama Fosil: Homo Soloensis
Tempat ditemukan: Daerah Ngandong, Blora, Provinsi Jawa Tengah
Nama Penemu: Ter Haar, Oppenoorth, Von Koenigswald
Tahun ditemukan: Antara tahun 1931 – 1933
Keterangan: Fosil ini tingkatannya lebih tinggi daripada Pithecanthropus Erectus.


e. Nama Fosil: Homo Wajakensis
Tempat ditemukan: Daerah wajak, Tulungagung, Provinsi Jawa Timur.
Nama Penemu: B.D. van Rietschoten
Tahun ditemukan: 1889
Keterangan: Sebenarnya fosil ini lebih dahulu ditemukan daripada Pithecanthropus Erectus, tetapi pada saat itu belum dipublikasikan. Diduga jenis fosil manusia purba ini memiliki peradaban yang lebih tingggi daripada jenis manusia purba yang lainnya di Indonesia.


1.2 Benda-benda Peninggalan Sejarah Di Indonesia
       Zaman prasejarah tidak meninggalakn bukti-bukti berupa tulisan. Zaman prasejarah hanya meninggalkan benda-benda atau alat-alat hasil kebudayaan manusia. Peninggalan seperti itu disebut artefak. Artefak dari zaman prasejarah terbuat dari batu (Zaman batu atau teknologi zaman batu), tanah liat dan perunggu. Berikut ini peninggalan zaman prasejarah di Indonesia:


Gmbr-1. Kapak Genggam
       Disebut juga dengan kapak Perimbas. Alat ini berupa batu yang dibentuk menjadi semacam kapak. Teknik pembuatannya masih kasar, bagian tajam hanya pada satu sisi. Alat tersebut belum bertangkai, dan digunakan dengan cara digenggam. Tempat ditemukannya antara lain di Lahat Sumatera Selatan, Kalianda Lampung, Awangbangkal Kalimantan Selatan, Cabbenge Sulawesi Selatan dan Trunyan Bali.


Gmbr-2. Alat Serpih
       Merupakan batu pecahan sisa pembuatan kapak genggam yang dibentuk menjadi tajam. Alat tersebut berfungsi sebagai serut, gurdi, penusuk atau pisau. Tempat ditemukannya di Punung, Sangiran, dan Ngandong (lembah sungai Bengawan Solo), Gombong Jawa Tengah, Lahat, Cabbenge, dan Mengeruda Flores NTT.


Gmbr-3. Sumatralith
       Nama lainnya adalah kapak genggam Sumatera. Teknik pembuatannya lebih halus dari kapak perimbas. Bagian tajama sudah di kedua sisi. Cara menggunakannya masih digenggam. Tempat ditemukannya di Lhokseumawe Aceh dan Binjai Sumatera Utara.



Gmbr-4. Beliung Persegi
       Merupakan alat denganpermukaan memanjang dan berbentuk persegi empat. Seluruh permukaan alat tersebut telah digosok halus. Sisi pangkal diikat pada tangkai, sisi depan diasah sampai tajam. Beliung persegi berukuran besar berfungsi sebagai cangkul. Sedangkan yang berukuran kecil berfungsi sebagai alat pengukir rumah atau pahat. Tempat ditemukannya di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sulawesi.


Gmbr-5. Kapak Lonjong
       Merupakan alat berbentuk lonjong. Seluruh permukaan alat tersebut telah digosok halus. Sisi pangkal agak runcing dan diikat pada tangkai. Sisi depan lebih melebar dan diasah sampai tajam. Alat ini digunakan untuk memotong kayu dan berburu. Ditemukan di Sulawesi, Flores, Tanimbar, Maluku, dan Papua.


Gmbr-6. Mata Panah
       Merupakan alat berburu yang sangat urgent. Selain untuk berburu, mata panah digunakan untuk menangkap ikan, mata panah dibuat bergerigi. Selain terbuat dari batu, mata panah juga terbuat dari tulang. Ditemukan di Gua Lawa, Gua Gede, Gua Petpuruh (Jawa Timur), Gua Cakondo, Gua Tomatoa Kacicang, Gua Saripa (Sulawesi Selatan).


Gmbr-7. Alat Dari Tanah Liat / Gerabah
       Alat dari tanah liat antara lain Gerabah, alat ini dibuat secara sederhana, tapi pada masa perdagangan alat tersebut dibuat dengan teknik yang lebih maju.


Gmbr-8. Bangunan Megalithik
       Bangunan megalithik adalah bangunan-bangunan yang terbuat dari batu besar didirikan untuk keperluan kepercayaan. Untuk detailnya yaitu sebagai alat untuk disembah dalam kepercayaan.


Gmbr-9. Kapak Persegi
       Kapak persegi nerupakan alat yang terbuat dari batu dan digunakan oleh manusia purba untuk mencangkul, memahat, dan berburu. Alat ini terbuat dari berbentuk segi empat yang kedua sisinya diasah halus. Pada salah satu sisi pangkal, ada bagian berlubang untuk tangkai. Sementara pangkal lainnya adalah bagian yang tajam. Alat ini banyak ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, mulai dari Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, hingga Sulawesi.


Gmbr-10. Kapak Lonjong
       Kapak lonjong merupakan kapak yang bentuknya lonjong. Pangkal kapak tersebut lebar dan tajam, sedangkan ujungnya runcing dan diikatkan pada gagang. Alat ini terbuat dari batu yang telah diasah hingga halus. Kapak lonjong pernah ditemukan di Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.


Gmbr-11. Menhir
       Menhir merupakan tugu batu yang tinggi. Diperkirakan menhir digunakan sebagai tempat pemujaan oleh manusia prasejarah.


Gmbr-12. Dolmen
       Dolmen adalah meja yang terbuat dari batu, diperkirakan digunakan sebagai tempat penyimpanan sesaji untuk sesembahan manusia prasejarah.


Gmbr-13. Sarkofagus
Sarkofagus adalah peti mati yang terbuat dari batu.


Gmbr-14. Arca
Arca adalah batu yang dibentuk hingga menyerupai makhluk hidup tertentu.


Gmbr-15. Bejana Perunggu
       Bejana perunggu adalah benda yang terbuat dari perunggu. Bentuknya mirip dengan gitar spanyol tanpa gagang. Alat ini hanya ditemukan di dua tempat yaitu Madura dan Sumatera.


Gmbr-16. Kapak Corong
       Kapak corong adalah kapak yang terbuat dari perunggu dan bentuk bagian atas mirip dengan corong. Alat ini pernah ditemukan di Jawa, Bali, Sulawesi, dan Papua.


BAB II 
 KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
       Dari hasil pembahasan tentang jenis-jenis manusia purba yang ditemukan di Indonesia dan benda-benda peninggalan sejarah di Indonesia, maka diambil kesimpulan:
  1. Dengan ditemukannya fosil manusia dan benda-benda peninggalan prasejarah, dapat dipastikan bahwa itu benar. Manusia yang sekarang ada melalui tahap evolusi seperti halnya dalam teori Charles Darwin.
  2. Kebenaran memang tidak akurat, berhubung para ahli hanya memperkirakan dengan ukuran waktu jutaan tahun yang lalu.

3.2 Saran
  • Untuk mengetahui dan mempelajari zaman prasejarah alangkah baiknya kita mencari sumber buku atau artikel yang benar dan lengkap. Karena penemuan-penemuan para ahli tidak dijelaskan secara detail dan juga masih diragukan berhubung kurang lengkapnya data.

Minggu, 23 Oktober 2016

Ceurik Sisi Cimanuk

       Sebagai orang Sunda tentunya suka dengan lagu-lagu pop-sunda. Apalagi sekarang banyak yang minta atau mencari lagu pop-sunda yang bertemakan Jatigede. Disini saya sengaja share lagu tersebut berdasarkan permintaan sahabat-sahabat saya di Google+.
       Baiklah bagi anda khususnya sahabat-sahabat Google+ ku, yang membutuhkan dan sedang mencari lagu "Ceurik Sisi Cimanuk" yang dinyanyikan oleh Fanny Sabila, bisa diunduh di bawah ini.

  • Klik Gambar ini untuk mengunduh MP3-nya..!!

       
       Selain itu anda juga bisa mengunduh lagu yang serupa yakni masih tentang Jatigede. Judul lagunya yaitu "Ceurik Jatigede" yang dinyanyikan oleh Rita Tila dan Halimun Jatigede oleh Hayati. Silahkan anda download lagunya sekalian. 

  • Klik gambar di bawah ini untuk mengunduhnya..!!



     









CIPAKU DARMARAJA
CIPAKU: Cicingkeun – Pageuhkeun – Kukuhkeun

Jati Kasilih Ku Waduk Jatigede

Sesa ibun nu nyalangkrung na pucuk-pucuk daun jati,
Tinggurilap katojo sumirat surya, lir intenna amparan sajadah.
Kembang tanjung jeung malati silihwangi, nyambuang samadhab papat.
Halimun nyingray, Angin liuh ngusap raray bray, muka lawang kaendahan.
Gunung-gunung ngajungkiring jadi bentang babad kasumedangan.

Di ditu…, di Cipaku pisan..!!
Ki Sunda hirup na kahuripan Silih simbeuh kadeudeuh Nyimpaykeun rasa kanyaah, Bener ceuk deungeun, ieu insun medal, insun madangan.
Dharmaraja Geusan ngajdi nu tara leupas jadi carita.
Matak betah anu nyemah dinangna-nengne kinanti jeung asmarandana.
Dipepende jentreng kacapi, jeung gelik sora suling.
Genah, merenah, tur tumaninah…
Tapi naha..? Cipaku kiwari bet beda.., alam nu endah jadi sagara.
Langit kulawu, bumi oyag, tatangkalan rungkad.
Bongan bendung nu tohaga, disasak, digunasika, tepi ka tumpur jeung akarna.
Deudeuh Tembong Agung, lir cacag nangka nu ngalayah, na carangka runtah.

Ciwangi tinggal wawangi
Kalunta-lunta, nyiar tempat pangiuhan.
Nu kasampak ngan bangkarak bulan.
Susukan koredas dileled hempas cai sagara, cai buruk milu mijah.
Gunung pasir meh rata jeung pajaratan ditugar mangsa sagara.
Leuweung dikavling deungeun Sawah diranjah euwah-euwah, ku sagara. Jati kasilih ku junti boa bakal ngajadi.

Jalan kahirupan nu poek mongkleng karungkupan haliyah dunya
Hariringna, lain sinom atawa kinanti nu ngayun ngambing sanubari.
Kiwari mangsa nakon diri rek miang kamana ki Sunda.
Nu ngejat tina tangtungan kabuyutan, sanggeus tatu sakujur awak.
Gudawang ditugar ku jaman edan? Ukur cimata nu kasampak.
Nu muntang na pucuk eurih lir ciibun nu menang kapeurih.

Dina palupuh tajug, kuring jeung kurungna sumujud,
Dina palupuh tajug, kuring ngan saukur wujud,
Ukur raga titipan Anu Kawasa.
Dina palupuh tajug, kuring menekung, Ngaawi bitung, Ngosongkeun diri, Ngapungkeun bakti Mung ka Gusti Nu Maha Suci.


Dedi E. Kusmayadi 
      19/12/2015

Sabtu, 22 Oktober 2016

Pengertian Bimbingan dan Konseling

Layanan Bimbingan Dan Konseling


A.   Pengertian Layanan Bimbingan dan Konseling
       Di dalam kamus besar Bahasa Indonesia, layanan berasal dari kata layan yang kata kerjanya adalah melayani yang mempunyai arti membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang; meladeni, menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dsb).  Sedangkan pengertian bimbingan secara harfiyah, bimbingan adalah menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan masa mendatang.
       Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris Guidance yang berasal dari kata kerja to guide, yang berarti menunjukkan. Sedangkan dalam buku W.S Winkel, kata Guidance berasal dari bahasa Inggris yang dikaitkan dengan kata asal Guide, yang diartikan sebagai berikut: menunjukkan jalan (showing the way); memimpin (leading); menuntun (conducting); memberikan petunjuk (giving instruction); mengatur (regulating); mengarahkan (governing); memberikan nasihat (giving advice).
       Namun, meskipun demikian tidak berarti semua bentuk bantuan atau tuntunan adalah bimbingan. Bimbingan yang terdapat dalam sebuah institut merupakan bimbingan yang bersifat moril, yaitu dimana seorang guru dapat memotivasi siswanya agar lebih semangat dalam belajar. Bukan bersifat material. Misalnya kalau ada siswa yang belum bayaran lalu ia datang kepada guru  dan guru memberikan siswa tersebut uang, tentu saja bantuan ini bukan bentuk bantuan yang dimaksudkan dengan pengertian bimbingan.
       Pengertian bimbingan secara terminologi, menurut Crow & Crow (1960), yang dikutip oleh Prayitno dan Erman Amti Bimbingan diartikan sebagai: bantuan yang diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia dalam membantunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, mengembangkan pandangan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan memikul bebannya sendiri.
       Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang terus menerus dari seorang pembimbing yang telah dipersiapkan kepada individu yang membutuhkan dalam rangka mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki secara optimal dengan menggunakan berbagai macam media dan teknik bimbingan dalam suasana asuhan yang normatif agar tercapai kemandirian sehingga individu bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi lingkungan.

B. Pengertian Konseling
       Secara etimologis, istilah konseling berasal dari bahasa latin, yaitu Consilium, yang berarti “Dengan” atau “Bersama”. Yang dirangkai menerima atau memahami. Sedangkan dalam bahasa Anglo-Saxon, istilah konseling berasal dari Selan, yang berarti menyerahkan atau menyampaikan. 
       Sedangkan menurut W.S Winkel secara etimologi Konseling berasal dari bahasa Inggris, yaitu Counseling, yang dikaitkan dengan kata Counsel, yang diartikan sebagai berikut: nasihat (to obtain counsel); anjuran (to give counsel); pembicaraan (to take counsel).
       Konseling secara terminologi menurut Mortense (1964: 301) yang dikutip H. Muhammad Surya adalah; Konseling sebagai suatu proses antar pribadi, dimana satu orang dibantu oleh satu orang lainnya untuk meningkatkan pemahaman dan kecakapan, menemukan masalahnya. Konseling ditandai oleh adanya hubungan profesional antara konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya dilakukan secara perorangan, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang. Hal ini dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangannya tentang ruang lingkup kehidupan dan untuk belajar mencapai tujuannya.
       Menurut Dewa Ketut Sukardi, yang mengutif dari Pepinsky and Pepinsky (1954), Konseling adalah proses interaksi: (a) Terjadi antara dua orang individu yang disebut konselor dan klien. (b) Terjadi dalam situasi yang bersifat pribadi (profesional), (c) Diciptakan dan dibina sebagai salah satu cara untuk memudahkan terjadinya perubahan-perubahan tingkah laku klien, sehingga ia memperoleh keputusan yang memuaskan kebutuhannya.
       Jika dilihat dari pendapat para ahli yang dijelaskan di atas, nampak saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Konseling adalah proses bantuan yang diberikan oleh konselor kepada klien agar klien tersebut dapat memahami dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan tujuannya.

C. Hubungan Bimbingan dengan Konseling
       Kata bimbingan dan konseling merupakan kata yang tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan, tetapi ada juga pendapat bahwa Bimbingan dan Konseling merupakan kata yang berbeda. Menurut Hallen istilah bimbingan selalu dirangkai dengan istilah konseling. Hal ini disebabkan karena bimbingan dan konseling itu merupakan suatu kegiatan yang integral. Konseling merupakan salah satu teknik dalam pelayanan bimbingan diantara beberapa teknik lainnya.
       Sedangkan bimbingan itu lebih luas, dan konseling merupakan alat yang paling penting dari usaha pelayanan bimbingan. Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Nana Syaodih Sukmadinata yang menjelaskan bahwa, Konseling merupakan salah satu teknik layanan dalam bimbingan, tetapi karena peranannya yang sangat penting, Konseling disejajarkan dengan Bimbingan. 
       Konseling merupakan teknik bimbingan yang bersifat terapeutik karena yang menjadi sasarannya buka perubahan tingkah laku, tetapi hal yang lebih mendasar dari itu, yaitu perubahan sikap. Dengan demikian sesungguhnya Konseling merupakan suatu upaya untuk mengubah pola hidup seseorang. Untuk mengubah pola hidup seseorang tidak bisa hanya dengan teknik-teknik bimbingan yang bersifat informatif, tetapi perlu teknik yang bersifat terapeutik atau penyembuhan.
       Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa antara bimbingan dan konseling merupakan dua pengertian yang berbeda, karena konseling lebih identik dengan psikoterapi, yaitu usaha untuk menolong dan menggarap individu yang mengalami kesukaran dan gangguan psikis yang serius. Sedangkan Bimbingan oleh pandangan ini dianggap identik dengan pendidikan.
       Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa antara bimbingan dan konseling mempunyai hubungan yang erat dimana diantara keduanya saling melengkapi dalam membantu klien atau orang lain dalam memecahkan suatu permasalahan dan mengubah pola hidup seseorang. Mengubah pola hidup yang salah menjadi benar, pola hidup yang negatif menjadi positif. Sehingga klien dapat mengarahkan hidup sesuai dengan tujuannya. Karena tugas dari seorang pembimbing atau konselor yaitu memberikan arahan yang baik kepada yang terbimbing.

D. Tujuan dan Fungsi Bimbingan dan Konseling
1)    Tujuan Bimbingan dan Konseling
       Di dalam suatu kegiatan baik itu formal maupun non-formal pasti akan ada tujuannya. Begitu juga dengan bimbingan dan konseling. Tujuan dari bimbingan dan konseling yaitu: Menurut Tohirin, tujuan bimbingan dan konseling adalah memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap diri klien, mengarahkan diri klien sesuai dengan potensi yang dimilikinya, mampu memecahkan sendiri masalah yang dihadapi klien, dapat menyesuaikan diri secara lebih efektif baik terhadap dirinya sendiri maupun lingkungannya sehingga memperoleh kebahagiaan  dalam hidupnya.
       Adapun tujuan bimbingan dan konseling menurut Hallen adalah:
  • Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.
  • Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal lingkungannya secara obyektif, baik sosial maupun ekonomi.
  • Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik pendidikan, karier maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat.
       Menurut H. Prayitno dan Erman Amti, Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan yang terdiri atas tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bimbingan dan konseling membantu individu agar dapat mencapai perkembangan secara optimal sesuai dengan bakat, kemampuan, minat dan nilai-nilai, serta terpecahkannya masalah-masalah yang dihadapi individu (klien).
       Termasuk tujuan umum bimbingan dan konseling adalah membantu individu agar dapat mandiri dengan ciri-ciri mampu memahami dan menerima dirinya sendiri dan lingkungannya, membuat keputusan dan rencana yang realistik, mengarahkan diri sendiri dengan keputusan dan rencananya itu serta pada akhirnya mewujudkan diri sendiri.
       Tujuan khusus bimbingan dan konseling langsung terkait pada arah perkembangan klien dan masalah-masalah yang dihadapi. Tujuan khusus itu merupakan penjabaran tujuan-tujuan umum yang dikaitkan pada permasalahan klien, baik yang menyangkut perkembangan maupun kehidupannya.
       Dari pendapat para ahli jelaslah bahwa, tujuan dari Bimbingan dan Konseling semuanya mengarahkan kepada peserta didik agar peserta didik lebih memahami dirinya sendiri baik dari kekurangannya maupun kelebihannya. Dan juga, membantu peserta didik untuk berani mengambil keputusan yang baik (sesuai dengan bakat, kemampuan dan minat) untuk dirinya.

2)    Fungsi Bimbingan dan Konseling
       Fungsi Binbingan dan Konseling menurut Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan adalah:
  • Pemahaman, yaitu membantu peserta didik agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama).
  • Preventif (pencegahan), yaitu upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik.
  • Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
  • Perbaikan (penyembuhan), yaitu fungsi Bimbingan yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah.
  • Penyaluran, yaitu fungsi Bimbingan dalam membantu individu memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan yang sesuai dengan minat, bakat siswa.
  • Penyesuaian, yaitu fungsi Bimbingan dalam membantu individu (siswa) agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah, atau norma agama.
       Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari Bimbingan dan Konseling selain pemahaman untuk dirinya (peserta didik) maupun lingkungannya, fungsi dari Bimbingan dan Konseling juga sebagai penyembuh (perbaikan) bagi peserta didik yang mengalami kesulitan ketika mendapatkan suatu permasalahan yang sulit untuk dipecahkan yang menyebabkan peserta didik itu pesimis dan rendah diri.

E. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
       Dalam memberikan Bimbingan belajar guru hendaknya memperhatikan beberapa prinsip diantaranya yaitu: Menurut pendapat Nana Syaodih Sukmadinata prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling yaitu:
  • Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa. Semua siswa baik yang pandai, cukup, ataupun kurang.
  • Sebelum memberikan bantuan, guru terlebih dahulu harus berusaha memahami kesulitan yang dihadapi siswa.
  • Bimbingan belajar yang diberikan guru hendaknya disesuaikan dengan masalah serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya.
  • Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi.
  • Dalam memberikan Bimbingan belajar hendaknya guru bekerja sama dengan staf sekolah yang lain.
       Sedangkan di dalam buku Kartini Kartono, prinsip dari Bimbingan dan Konseling yaitu, bahwa setiap orang adalah berharga, satu prinsip yang penting, peserta didik juga mempunyai potensi dan hak untuk memperoleh sukses dalam kehidupannya. Seharusnya ia ditolong, agar potensinya itu menjadi realita. 
       Pendapat dari Kartini Kartono juga sama dengan pendapat M. Arifin yang menjelaskan bahwa setiap individu memiliki fitrah (kemampuan dasar) yang dapat berkembang dengan baik bilamana diberi kesempatan. Untuk itu melalui Bimbingan yang baik.
       Dari pendapat di atas, penulis setuju dengan pendapat dari kartini Kartono, yang menjelaskan bahwa setiap orang adalah berharga, dengan adanya prinsip seperti itu, maka peserta didik merasa bahwa dirinya dihargai oleh orang lain. Sehingga peserta didik akan lebih bersemangat (optimis) dalam menghadapi masalah baik di sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu juga, peserta didik juga akan menganggap bahwa dirinya tidak dibeda-bedakan dari peserta didik yang lain karena ia mempunyai pendapat bahwa dirinya mempunyai kelebihan dibandingkan orang lain. 

F. Teknik Bimbingan dan Konseling
       Pada umumnya teknik-teknik yang dipergunakan dalam Bimbingan mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok (group guidance) dan pendekatan secara individual (individual counseling).

1)    Bimbingan kelompok
       Teknik yang digunakan dalam membantu murid atau sekelompok murid memecahkan masalah-masalah dengan melalui kegiatan kelompok. Beberapa bentuk khusus teknik Bimbingan kelompok yaitu: home room program, karyawisata, diskusi kelompok, organisasi murid, sosiodrama.
2)    Penyuluhan individual (Individual Counseling)
       Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang bersifat face to face relationship (hubungan empat mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara konselor dengan konsele. Masalah-masalah yang dipecahkan melalui teknik konseling ini ialah masalah-masalah yang sifatnya pribadi.
       Beberapa sistem pendekatan Bimbingan dan Konseling menurut Abin Syamsuddin Makmun, yaitu:
  1. Pendekatan Direktif.
  2. Pendekatan Non-Direktif.
       Secara singkat kedua Bimbingan dan Konseling tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1) Pendekatan Direktif.
       Pendekatan ini dikenal juga sebagai Bimbingan yang bersifat Counselor – Centered. Sifat tersebut menunjukkan pihak pembimbing memegang peranan utama dalam proses interaksi layanan Bimbingan. Pembimbinglah yang berusaha mencari dan menemukan permasalahan yang dialami kliennya.
2) Pendekatan Non-Direktif.
       Pendekatan ini dikenal juga sebagai layanan Bimbingan yang bersifat Client – Centered. Sifat tersebut menunjukkan bahwa pihak terbimbing diberikan peranan utama dalam bidang interaksi layanan Bimbingan. Ciri-ciri hubungan Non-Direktif:
  • Hubungan non-direktif ini menempatkan klien pada kedudukan sentral, klienlah yang aktif untuk mengungkapkan dan mencari pemecahan masalah.
  • Konselor berperan hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien bisa berkembang sendiri.

G. Jenis Pelayanan Bimbingan dan Konseling
       Menurut I. Djumhur dan Mohammad Surya, pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh Bimbingan di sekolah dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a)  Pelayanan Pengumpulan Data tentang Murid.
b)  Pelayanan Pemberian Penerangan.
c)  Pelayanan Penempatan.
d)  Pelayanan Pengajaran.
e)  Pelayanan Penyuluhan.
f)  Pelayanan Penelitian dan Penilaian (Evaluasi).
g)  Pelayanan Hubungan Masyarakat.
       Secara singkat jenis pelayanan Bimbingan dan Konseling tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pelayanan Pengumpulan Data tentang Murid
       Sesuai dengan pengertian bahwa Bimbingan adalah bantuan bagi individu yang mengalami masalah, maka sudah tentu berhasil tidaknya suatu usaha bantuan dalam rangka Bimbingan akan banyak bergantung dari keterangan-keterangan atau informasi-informasi tentang individu tersebut. 
       Oleh karena itu mengumpulkan data seperti ini merupakan langkah pertama dalam kegiatan Bimbingan secara keseluruhan.
b. Pelayanan Pemberian Penerangan
       Yang dimaksud dengan pelayanan ini adalah memberikan penerangan yang sejelas-jelasnya dan selengkap-lengkapnya mengenai berbagai hal yang diperlukan oleh setiap murid, baik tentang pendidikan, pekerjaan, sosial, maupun pribadi.
c. Pelayanan Penempatan
       Hakikat dari pelayanan penempatan ini adalah membantu individu memperoleh penyesuaian diri dengan jalan menempatkan dirinya pada posisi yang sesuai. Yang menjadi tujuan pelayanan penempatan ini adalah agar setiap individu mendapat posisi yang sesuai keadaan dirinya, seperti minat, kecakapan, bakat, cita-cita, tingkat perkembangan dan sebagainya.
d. Pelayanan Pengajaran
       Yang dimaksud dengan pelayanan pengajaran adalah kegiatan pemberian bantuan kepada murid dalam mengatasi kesulitan-kesulitan dalam pengajaran. Yang menjadi tujuannya adalah agar setiap murid dapat penyesuaian diri yang baik serta mengembangkan kemampuannya secara optimal dalam kegiatan pengajaran.
e. Pelayanan Penyuluhan
       Penyuluhan merupakan inti kegiatan program Bimbingan. Kegiatan penyuluhan ini disamping berfungsi sebagai terapi (penyembuh), dapat pula berfungsi sebagai cara pengumpulan data. Penyuluhan merupakan kegiatan profesional, artinya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki pendidikan atau keahlian serta pengalaman khusus dalam bidang penyuluhan.
f. Pelayanan Penelitian dan Penilaian (Evaluasi)
       Tujuan pelayanan ini adalah untuk mengadakan penelitian dan penilaian mengenai masalah yang berhubungan dengan kegiatan program Bimbingan dan penyuluhan. Program Bimbingan yang baik senantiasa mendasarkan diri kepada hasil-hasil penelitian dan penilaian.
g. Pelayanan Hubungan Masyarakat
       Disamping memberikan pelayanan kepada murid-murid dan personil sekolah lainnya, kegiatan Bimbingan memberikan pelayanan pula kepada pihak-pihak luar sekolah, yaitu masyarakat. Tujuan pelayanan ini adalah untuk bekerja sama dengan berbagai pihak di masyarakat dalam memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah murid-murid, seperti kenakalan anak, pembolosan, kelesuan belajar, drop-out dan sebagainya.

 
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M., Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta: Golden Terayo Press, 1982, Cet. I
 _______, Pokok-pokok Pikiran tentang Bimbingan dan Konseling Penyuluhan Agama (di Sekolah dan di luar Sekolah), Jakarta: Bulan Bintang, 1976, Cet. IV
_______, Teori-teori Umum dan Agama, Jakarta: PT. Golden Terayon Press, 1996, Cet. III
Djumhur, I., & Mohammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: CV. Ilmu, tt
Hallen, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. I
Kartono, Kartini, (Penyunting), Bimbingan Belajar di SMA dan Perguruan Tinggi, Jakarta: CV. Rajawali, 1985, Cet. I
Makmun, Abin Syamsuddin, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. VII
Prayitno, & Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004
Sukardi, Dewa Ketut, Pengantar Teori Konseling, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985, Cet. I
Surya, Mohammad, Psikologi Konseling, Bandung: CV. Pustaka Bani Quraisy, 2003, Cet. I
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007, Cet. IV
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Winkel, W.S, & M.M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi, 2004, Cet. III
Yusuf, Syamsu, & A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. II

Jumat, 21 Oktober 2016

Proposal Penelitian (STKIP - Sebelas April Sumedang)

KONTRIBUSI LATIHAN KELENTUKAN PERGELANGAN TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN WALLBOUNCE TENIS MEJA
(Studi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang)


PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan sebagai syarat dalam penulisan skripsi


Oleh:
                                                                 ASEP HERDIANA                                                                                          
 NIM:     0821039293

                 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI, KESEHATAN, DAN REKREASI                                 
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) 
                                                     SEBELAS APRIL SUMEDANG                                                        2012 

KATA PENGANTAR

       Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas kekuasaan dan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Proposal Skripsi yang berjudul “Kontribusi Latihan Kelentukan Pergelangan Tangan Terhadap Kemampuan Wallbounce Tenis Meja”, (Studi Eksperimen pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang). 
       Pembuatan proposal ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan dalam penulisan skripsi pada jenjang program S1 Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Sebelas April Sumedang Tahun Akademik 2011/2012. Selain itu juga, proposal ini dimaksudkan untuk dijadikan pedoman atau langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian nantinya. Yaitu penelitian dalam pembelajaran pendidikan jasmani dengan menerapkan program latihan kelentukan pergelangan tangan pada tenis meja untuk meningkatkan kemampuan wallbounce tenis meja, khususnya untuk siswa kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang.
       Untuk itulah, maka penulis menyusun proposal ini dengan harapan dapat memberikan alternatif pemecahan sehingga dapat dilaksanakan dalam proses pembelajaran pendidikan jasmani khususnya di sekolah dasar tempat penulis melakukan observasi penelitian serta umumnya untuk sekolah dasar yang menemui masalah yang hampir sama.
       Dalam penyusunan proposal ini, penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan, sebagaimana penulis tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan atau masih jauh dari kesempurnaan, karena segala keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca untuk perbaikan dan kesempurnaan penyusunan proposal berikutnya. Akhirnya, penulis berharap semoga proposal ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Sumedang, 14 Maret 2012

KONTRIBUSI LATIHAN KELENTUKAN PERGELANGAN TANGAN TERHADAP KEMAMPUAN WALLBOUNCE TENIS MEJA                 (Studi Eksperimen pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang)

A.   Latar Belakang Masalah
       Pembinaan dan pengembangan olahraga merupakan bagian upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Di Indonesia pembinaan ini diarahkan pada peningkatan jasmani, mental, rohani, membentuk watak dan kepribadian, disiplin dan sportivitas tinggi guna meningkatkan prestasi yang dapat membangkitkan rasa kebanggaan nasional.
       Salah satu upaya untuk mewujudkan tujuan pembinaan dan pendidikan dapat dilakukan melalui kegiatan olahraga di sekolah yang diterapkan dengan baik, serta diarahkan, dilatih, dibimbing, dan dikembangkan sehingga pembibitan olahraga yang berbakat akan lebih cepat berhasil.
       Tenis meja sebagai salah satu olahraga yang populer baik di tingkat nasional maupun internasional, dalam perkembangannya saat ini banyak digemari oleh masyarakat Indonesia baik masyarakat umum maupun kalangan siswa sekolah dasar. Hal ini terbukti dengan makin banyaknya kejuaraan tenis meja antar pelajar atau instansi sekolah yang diadakan baik di tingkat daerah maupun di tingkat Kabupaten dan Provinsi.
       Materi pelajaran tenis meja yang diberikan di sekolah merupakan mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan. Oleh karena itu, bagi guru Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan dituntut harus memiliki kompetensi profesional yaitu kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran tenis meja yang diberikan oleh para guru di sekolah hanya memperhatikan penguasaan teknik dasar, taktik serta strategi.
       Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar tenis meja adalah siswa dapat memiliki keterampilan bermain tenis meja dengan teknik gerakan yang baik dan benar. Namun pada kenyataannya di lapangan, setelah penulis sebagai pengajar selesai memberikan materi pelajaran tenis meja tersebut, masih terdapat kekurangan yaitu pada faktor kemampuan wallbounce tenis meja.
       Berdasarkan pengamatan dari hasil tes akhir tenis meja pada murid kelas IV SD Negeri Bantarjambe, hampir 80% murid tidak bisa menerima dan mengembalikan bola dengan baik.
       Dari uraian di atas, muncul dalam pemikiran penulis bahwa melalui latihan kelentukan pergelangan tangan diharapkan secara langsung maupun tidak langsung dapat meningkatkan kemampuan wallbounce tenis meja. Karena untuk mampu mendapatkan prestasi lebih tinggi, tenis meja juga membutuhkan kelengkapan kondisi fisik disamping penguasaan teknik dasar, taktik serta strategi.
       Seperti yang dikemukakan oleh Mochammad Sajoto dalam bukunya, pembinaan kondisi fisik dalam olahraga bahwa kalau seorang atlet ingin berprestasi harus memiliki kondisi fisik seperti: kekuatan (strength), daya tahan (endurance), daya ledak otot (muscular power), kecepatan (speed), koordinasi (coordination), kelenturan atau kelentukan (fleksibility), kelincahan (agility), keseimbangan (balance), ketepatan (accuracy), dan reaksi (reaction).
       Dengan demikian, maka pada kesempatan ini penulis mencoba mengadakan suatu penelitian dengan judul “Kontribusi Latihan Kelentukan Pergelangan Tangan Terhadap Kemampuan Wallbounce Tenis Meja” (Studi Eksperimen pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang).

B.   Rumusan Masalah
       Mengacu pada uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  1. Apakah latihan kelentukan pergelangan tangan dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan wallbounce tenis meja pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe?
  2. Seberapa besar kontribusi latihan kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan wallbounce tenis meja pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe?


C.  Batasan Masalah
       Pembatasan masalah dilakukan agar permasalahan tetap berada pada lingkup yang sesuai serta selalu terarah, sehingga dapat dicapai solusi yang tepat pada pokok permasalahan secara lebih operasional, maka penulis akan membatasi masalah penelitian ini sebagai berikut:
  1. Variabel bebas adalah latihan kelentukan pergelangan tangan sedangkan variabel terikat adalah kemampuan wallbounce pada tenis meja.
  2. Obyek penelitian adalah peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang.
  3. Tempat penelitian adalah SD Negeri Bantarjambe, dengan menggunakan ruangan kelas IV dan halaman sekolah.
  4. Instrumen penelitian yang dipakai untuk memperoleh data yaitu tes sikap wallbounce tenis meja.


D.  Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.  Tujuan Penelitian
       Tujuan umum dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
  • Memperoleh data yang obyektif tentang pentingnya latihan kelentukan pergelangan tangan untuk meningkatkan kemampuan wallbounce tenis meja pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe.
  • Dapat memilih program latihan untuk meningkatkan kemampuan wallbounce tenis meja yang relevan digunakan. (Sebagai alternatif pilihan latihan fisik yang relevan untuk meningkatkan kemampuan wallbounce  tenis meja).

       Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu:
  • Ingin mengetahui apakah latihan kelentukan pergelangan tangan dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan wallbounce tenis meja pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe.
  • Ingin mengetahui seberapa besar kontribusi latihan kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan wallbounce tenis meja pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe.


2.    Manfaat Penelitian
       Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, adapun beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
  • Sebagai bahan kajian dalam penelitian dan sebagai penerapan ilmu pengetahuan yang diperoleh.
  • Untuk menjadi bahan pertimbangan memilih program latihan dalam pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di sekolah dasar.
  • Sebagai bahan masukan bagi para tenaga kependidikan khususnya guru Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan dalam upaya meningkatkan kemampuan wallbounce tenis meja.
  • Agar dapat diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan di sekolah dasar.


E.  Anggapan Dasar dan Hipotesis
      1.  Anggapan Dasar
       Penelitian ilmiah memerlukan suatu anggapan dasar, karena dengan anggapan dasar seorang peneliti mempunyai landasan dan keyakinan dalam menetapkan dan melaksanakan kegiatannya. Surakhmad (1998: 107) menjelaskan bahwa, “Anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak penelitian yang kebenarannya diterima oleh penyelidik dapat merumuskan postulat yang berbeda”. Berkaitan dengan latihan kelentukan, Mahendra dkk (1997: 10) menjelaskan bahwa: “Kelentukan adalah jarak gerakan yang dimungkinkan oleh persendian dan otot-otot disekitarnya.”
       Dari uraian tersebut di atas penulis menyimpulkan bahwa lentuk tidaknya seseorang banyak ditentukan oleh luas sempitnya ruang gerak sendi-sendi serta elastisitas tidaknya otot-otot. Kelentukan merupakan kualitas yang spesifik, artinya seseorang bisa jadi sangat lentuk dalam satu set persendian tetapi tidak begitu lentuk pada persendian lain.
       Ada persendian yang merespon lebih cepat, ada persendian yang merespon agak lambat pada latihan. Kelentukan sangat penting hampir dalam semua cabang olahraga, meskipun kepentingannya berbeda-beda antara olahraga yang satu dengan olahraga lainnya.
       Berkaitan dengan olahraga tenis meja perhatian terhadap komponen kelentukan, khususnya latihan kelentukan pergelangan tangan perlu terus ditingkatkan. Karena kelentukan pergelangan tangan dalam olahraga tenis meja sangat dibutuhkan bahkan sangat menentukan menang atau tidaknya dalam suatu pertandingan.
       Dengan demikian, salah satu bentuk latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan wallbounce tenis meja adalah latihan kelentukan pergelangan tangan. Dan diharapkan akan memberikan gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi lebih semakin mudah, otomatis, dan reflektif dalam melakukan wallbounce tenis meja.
 
     2.  Hipotesis 
       Dengan mengacu pada anggapan dasar di atas maka hipotesis penelitian ini adalah; “Latihan kelentukan pergelangan tangan memberikan kontribusi terhadap kemampuan wallbounce tenis meja pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang”.



F.   Penjelasan Istilah
       Agar tidak tenjadi kesalahpahaman dalam menafsirkan istilah-istilah yang terdapat di dalam penelitian ini, maka akan penulis jelaskan beberapa istilah dan pengertian yang ada dalam penelitian, yaitu:

  • Kelentukan (fleksibility), menurut Muhajir (2006: 62) diartikan sama dengan keleluasaan atau kemudahan gerakan, terutama pada otot-otot persendian. Dengan tujuan agar alat-alat pada sendi tidak kaku dan dapat bergerak dengan leluasa, tanpa ada gangguan yang berarti.
  • Keterampilan, menurut Peorwadarmita (1984: 247) adalah “kecakapan/ keterampilan merupakan kesanggupan, kemampuan, kemahiran melakukan sesuatu pekerjaan dengan baik”.
  • Kontribusi adalah sumbangan yang dapat memberikan dampak terhadap suatu kegiatan, pekerjaan, kebutuhan. Kontribusi adalah sumbangan dari salah satu atau beberapa variabel terhadap prediksi variabel lainnya.
  • Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang yang semakin hari semakin meningkat beban latihan atau pekerjaannya (Harsono, 1988: 101).
  • Tenis meja adalah merupakan permainan yang dimainkan di dalam gedung (indoor game) oleh dua atau empat orang pemain. Cara memainkannya dengan menggunakan bat yang dilapisi karet untuk memukul bola celluloid melewati jaring yang tergantung di atas meja, yang dikaitkan pada tiang jaring.
  • Wallbounce adalah merupakan bentuk tes untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menerima dan mengembalikan bola yang dipantulkan pada dinding, pada meja tenis yang ditegakkan, atau melalui bola yang dilemparkan oleh guru / pelatih.


G.  Kerangka Teori
1.  Tinjauan tentang Latihan Kelentukan (fleksibility)
       Fleksibility adalah bagian yang sangat penting bagi semua cabang olahraga. Oleh karena itu, unsur fleksibilitas harus mendapat perhatian yang lebih khusus dalam tiap latihan atau pembelajaran terutama cabang olahraga yang banyak membutuhkan fleksibilitas, antara lain tenis meja.
       Dalam permainan tenis meja banyak faktor yang harus diperhatikan. Salah satu faktor adalah kondisi fisik antara lain; fleksibilitas. Sebab fleksibilitas ini sangat menunjang dalam keterampilan melakukan pukulan (stroke) pada permainan tenis meja. Bahkan memungkinkan dapat menunjang terhadap kemampuan wallbounce tenis meja.
       Sebagaimana yang dikemukakan oleh Peni Mutalib: “Fleksibilitas yaitu komponen yang memungkinkan gerakan sendi yang makin luas, hanya perlu diingat bahwa makin kuat otot makin besar tendonnya, sehingga latihan fleksibilitas harus diikuti latihan kekuatan dengan demikian akan didapat tendon yang kekar dan tetap fleksibel”.
       Pendapat lain yang juga dikemukakan oleh Harsono bahwa: “Orang yang fleksibel adalah orang yang mempunyai ruang gerak yang luas dalam sendi-sendinya dan mempunyai suatu otot yang elastis, biasanya terbatas ruang gerak sendi-sendinya.
       Jadi faktor utama yang membantu menentukan fleksibilitas adalah elastisnya otot. Dalam melakukan aktivitas olahraga unsur fleksibilitas sangatlah diperlukan untuk tidak terjadinya suatu yang tidak kita inginkan seperti cedera terutama pada persendian.
       Mochammad Sajoto mengemukakan bahwa; “Fleksibilitas adalah keefektifan seseorang dalam mengulurkan seluas-luasnya terutama otot-otot, ligamen pada sekitar persendian”. Dengan demikian, orang yang lentuk adalah orang yang mempunyai ruang gerak yang luas dalam sendi-sendinya serta mempunyai otot yang elastis.
       Berdasarkan uraian-uraian di atas, bahwa kelentukan pergelangan tangan memungkinkan dapat menimbulkan kemampuan untuk melakukan gerak sendi dari berbagai arah di dalam melakukan pukulan (stroke) serta kemampuan wallbounce tenis meja, dimana tangan yang akan sangat berpengaruh dalam melecutkan secara horizontal setiap pukulan yang cepat, tepat dan terarah pada sasaran yang diinginkan. 
       Latihan kelentukan pergelangan tangan merupakan bentuk latihan yang dikhususkan untuk melatih sendi-sendi dan otot pergelangan tangan, sehingga dengan latihan tersebut akan didapat tendon atau otot yang kekar dan tetap fleksibel. Bentuk-bentuk latihan pergelangan tangan ini dapat dilakukan dengan peregangan dinamis, peregangan statis, peregangan pasif, peregangan konstraksi relaksasi, dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat bantu latihan.
       Dengan demikian, dalam penelitian ini penulis akan memberikan bentuk latihan pergelangan tangan dengan menggunakan alat bantu latihan berupa botol sprite atau fanta bekas. Adapun cara pelaksanaannya atau langkah-langkah latihan kelentukan pergelangan tangan tersebut adalah sebagai berikut:
  • Buat formasi siswa menjadi dua bersap.
  • Berdiri tegak, kaki dibuka selebar bahu. Setiap satu orang siswa memegang botol. Tangan yang memegang botol adalah tangan yang biasa digunakan untuk memegang bat (alat pukul tenis meja).
  • Luruskan tangan yang memegang botol ke samping secara horizontal, dengan posisi pegangan menghadap ke depan. Kemudian pergelangan tangan yang memegang botol digerakan ke arah depan, seperti gerakan sedang menulis.
  • Gerakan ini dilakukan hanya pada bagian pergelangan tangan saja, tanpa menekukkan sikut atau menggerakkan bagian lengan yang lain.
  • Untuk latihan awal. Lakukan gerakan ini sebanyak 10 kali hitungan, dan dilakukan secara berulang-ulang.
  • Sikap badan masih tetap tegak seperti pada langkah kedua. Untuk latihan kelentukan pergelangan tangan selanjutnya yaitu gerakan putaran, dilakukan searah dengan arah jarum jam, sebanyak 10 kali hitungan. Kemudian gerakan selanjutnya putar pergelangan tangan dengan arah kebalikannya, sebanyak 10 kali hitungan.

2.    Tinjauan tentang Kemampuan Wallbounce Tenis Meja
       Wallbounce adalah merupakan bentuk tes untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menerima dan mengembalikan bola yang dipantulkan pada dinding, pada meja tenis yang ditegakkan, atau melalui bola yang dilemparkan oleh guru/ pelatih.
       Dalam permainan tenis meja, laju bola demikian cepatnya sehingga diperlukan kemampuan wallbounce yang baik untuk menguasainya. Bila seorang pemain tenis meja tidak mempunyai kemampuan wallbounce yang baik, ia akan terpana melihat bola.
       Dengan demikian yang dimaksud wallbounce tenis meja penekanannya hanya pada kemampuan, keuletan seseorang pemain dalam menerima dan mengembalikan bola, kemampuan melakukan rally-ball pukulan (tik-tak) baik dengan pukulan forehand maupun backhand, juga kecepatan bergerak untuk bereaksi dan mereaksi bola yang datang, baik bola yang datang ke arah samping kiri, samping kanan, bola jauh ke arah belakang, maupun bola yang jatuh dekat net.

H.  Metode Penelitian
a)    Metode Penelitian
       Metode penelitian yang penulis gunakan untuk menguji kebenaran hipotesis, yang telah diajukan adalah metode eksperimen. Metode ini sesuai dengan sifat permasalahan yang akan diteliti penulis, yaitu eksperimen meneliti kontribusi latihan kelentukan pergelangan tangan terhadap kemampuan wallbounce tenis meja pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe.
       Mengenai pengertian metode eksperimen, Surakhmad (1998: 149) menjelaskan sebagai berikut:
Dalam arti yang luas, bereksperimen adalah mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat sesuatu hasil. Hasil itu yang akan menegaskan bagaimanakah kedudukan perhubungan kausal antara variabel-variabel yang diselidiki. Tujuan eksperimen bukanlah pada pengumpulan data dan deskripsi data melainkan pada penemuan faktor-faktor penyebab dan faktor-faktor akibat, karena itu maka di dalam eksperimen orang bertemu dengan dinamika dalam interaksi variabel-variabel.
       Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa metode penelitian haruslah sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, agar memberikan gambaran dalam kaitannya dengan suatu permasalahan. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang merupakan faktor-faktor yang berperan dalam gejala yang diteliti. Variabel bebasnya adalah latihan kelentukan pergelangan tangan, sedangkan variabel terikatnya adalah kemampuan wallbounce tenis meja. Oleh karena itu, variabel-variabel itu harus dikendalikan agar tidak mengacaukan penelitian.
       Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen didasari dengan tujuan dalam penelitian ini, yakni membutikan hipotesis bahwa latihan kelentukan pergelangan tangan berkontribusi terhadap kemampuan wallbounce tenis meja pada peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe. Dengan demikian maka penelitian yang sesuai adalah praktek atau eksperimen berupa tindakan latihan kelentukan pergelangan tangan yang sudah diprogram untuk pelaksanaannya.
b)   Populasi dan Sampel
       b.1 Populasi
       Setiap penelitian memerlukan sejumlah obyek yang akan diteliti, populasi merupakan sumber data yang sangat penting. Populasi menurut Surakhmad (1998: 93) dapat diartikan sebagai berikut: “Sekelompok subyek, baik manusia maupun gejala, nilai tes, benda-benda, atau peristiwa”. Selain itu, Sujana (1986: 5) mengemukakan populasi adalah “Semua nilai yang mungkin, hasil menghitung atau pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif, daripada karakteristik tertentu mengenai sekumpulan data yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya.”
       Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang yang jumlahnya 15 orang siswa.
       b.2   Sampel
       Sampel adalah proses menarik sebagian subyek, gejala atau obyek yang terdapat pada populasi (Sudjana, 1988: 71). Lebih lanjut, Sudjana (1988: 73) mengemukakan bahwa “Jika populasi kurang dari 100, bisa diambil 20-50%.” 
       Yang dimaksud dengan sampel, menurut Surakhmad (1982: 107), adalah “Penarikan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi.” Segala karakteristik populasi hendaknya tercermin dalam sampel yang diambil.
       Berhubung populasi penelitian ini relatif sedikit, maka sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling, atau sampel total. Artinya seluruh populasi, yakni seluruh peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang, yang terdiri dari 15 orang siswa.

c)   Desain Penelitian
       Desain penelitian adalah step-step atau langkah yang utuh dan berurutan yang dibuat lebih dahulu sehingga keterangan yang ingin diperoleh dari percobaan akan mempunyai hubungan yang nyata dengan masalah penelitian. Dengan adanya desain penelitian, maka keyakinan akan diperoleh data yang cocok serta dapat dianalisa secara obyektif semakin bertambah, dan inferensi yang valid terhadap populasi yang diinginkan akan terjamin diperoleh. Karena desain penelitian diperlukan untuk sedapat mungkin memaksimumkan dan memperoleh keterangan-keterangan yang berhubungan dengan masalah penelitian, maka desain penelitian harus sederhana, efisien, serta efektif sesuai dengan waktu, uang, tenaga yang digunakan dalam penelitian tersebut.
       Adapun desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Randomized pre and post test design”, yang dapat digambarkan seperti gambar di bawah ini:

Treatmen
Sampel :                                     T1---------------------------------------- T2
X1
Keterangan:
T1      : Tes awal kemampuan wallbounce tenis meja.
T2      : Tes akhir kemampuan wallbounce tenis meja.
X1      : Latihan kelentukan (fleksibilitas) pada pergelangan tangan.
       Langkah-langkah penelitian yang diterapkan dalam studi ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

POPULASI
*
SAMPEL
*
TES AWAL KEMAMPUAN WALLBOUNCE TENIS MEJA
*
LATIHAN KELENTUKAN (fleksibilitas) PADA PERGELANGAN TANGAN
*
TES AKHIR KEMAMPUAN WALLBOUNCE TENIS MEJA
*
TEKNIK PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Keterangan:
       Langkah pertama menentukan jumlah sampel. Pada penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik total sampling. Artinya seluruh populasi, yakni seluruh peserta didik kelas IV SD Negeri Bantarjambe, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang, yang terdiri dari 15 orang siswa. Langkah kedua tes awal kemampuan wallbounce tenis meja yaitu tes yang dilaksanakan sebelum siswa diberikan tindakan atau pelatihan kelentukan pergelangan tangan. Langkah ketiga; tes akhir kemampuan wallbounce tenis meja, yaitu tes yang dilaksanakan setelah siswa diberikan tindakan atau pelatihan kelentukan pergelangan tangan. Dan langkah yang terakhir yaitu teknik pengumpulan dan pengolahan data.

d)   Instrumen Penelitian
       Untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar peserta didik sebelum dan sesudah pemberian tindakan dengan cara membandingkan nilai rata-rata yang telah diperoleh melalui kegiatan pembelajaran. Alat ukur yang digunakan oleh penulis ini adalah tes sikap wallbounce tenis meja berdasarkan penilaian subyektif, yaitu meliputi; (1) Kemampuan dalam menerima dan mengembalikan bola, (2) Keuletan dalam melakukan rally-ball pukulan (pukulan tik-tak) baik dengan pukulan forehand maupun backhand, (3) Kecepatan bergerak untuk bereaksi dan mereaksi bola yang datang.
       

       Adapun langkah-langkah pelaksanaan tes adalah sebagai berikut:
1.   Tahap persiapan
  • Menyediakan sarana dan prasarana tenis meja, seperti meja tenis, 20 buah bola tenis, 4 buah bat (alat pemukul).
  • Menyediakan buku daftar nilai untuk mencantumkan hasil yang diperoleh peserta didik dari setiap kategori yang dinilai.
  • Melaksanakan pemanasan (warm-up) dengan streching statis dan dinamis, kemudian lari di tempat dengan mengikuti irama tepuk tangan guru.
  • Pelemasan (gerakan mengayunkan kedua lengan ke atas diikuti gerakan kepala sambil menarik dan mengeluarkan nafas dengan perlahan-lahan).

2.   Pelaksanaan tes
  • Peserta didik yang dites berdasarkan urutan absensi.
  • Peserta didik yang dites berdiri di tengah-tengah depan meja tenis dalam keadaan sikap siap menerima bola (stance).
  • Kemudian guru melemparkan bola satu persatu sebanyak 20 bola tenis.
  • Lemparkan bola pertama dipantulkan ke arah sudut kanan meja, lemparkan bola kedua ke arah sudut kiri meja, ketiga bola yang dipantulkan jauh ke arah beakang meja, dan lemparan bola keempat dijatuhkan ke arah dekat net. Demikian seterusnya sampai 20 kali lemparan bola.
  • Setiap peserta didik yang dites harus berusaha mengembalikan bola yang dilemparkan guru tersebut, baik dengan pukulan forehand maupun backhand.
  • Setiap kali selesai satu orang peserta didik dites, guru mencantumkan nilai hasil tes dari 3 kategori tes wallbounce tenis meja yang dinilai seperti di atas.


e)    Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data
       Untuk memperoleh hasil dari penelitian ini maka diperlukan adanya pengolahan data. Ini bertujuan untuk memperoleh jawaban mengenai diterima tidaknya hipotesis sesuai dengan signifikansi yang diajukan.
       Berikut ini penulis akan mengemukakan langkah-langkah pengolahan data yang ditempuh pada penelitian ini.
1)  Mencari rata-rata
Rumus untuk mencari rata-rata : X ¯ =(?_x¦1)/n
Keterangan:
    X ¯     = Skor  rata-rata                                                                                          
   X_(1      )  = Skor mentan
    n      = Jumlah sampel
    ?¦?      =? Jumlah dari

2)  Mencari simpangan baku
Rumus : S =v(?¦?(x1-x)?^2 )/(n-1)
       Keterangan:
       S = Simpangan baku
       ? = Jumlah dari
?        X?_1 = Skor yang didapat
       n   = Banyaknya sampel
Menguji normalitas melalui uji liliefors
       Langkah-langkah uji liliefors sebagai berikut:
Meranking dari nilai skor terkecil hingga skor terbesar.
Menghitung luas batas Z individu (Z_1).
Z_1 = (X1- x ¯   )/S

Keterangan:
        x_1 = Besarnya nilai/skor yang diperoleh masing-masing.
X ¯ = Nilai rata-rata.
S     = Simpangan baku.

  • Menghitung nilai f (Z_1) melalui rumus: 0.5 + nol koma tabel F
  • Kalau perhitungan Z_1 negatif, rumus = 0.5 – nol koma F tabel.
  • Kalau perhitungan Z_1 positif, rumus = 0.5 + nol koma F tabel.
  • Menghitung proporsi, melalui rumus:

                                           S (Z_1) = (Banyaknya 21,22,23,….Z_(nZ_1 ),)/n    

  • Menghitung selisih antara F (Z_1) – s (Z_1).  
  • Menentukan nilai paling besar (Lo) dari selisih F (Z_1) – s (Z_1).  
  • Bandingkan (LO) dengan tabel pada taraf nyata 0,01.
  • Menguji normalitas dengan kriteria:
  • Apabila Lo hitung < Lo tabel, maka skor berdistribusi normal.
  • Tetapi, apabila Lo hitung > Lo tabel, maka skor berdistribusi tidak normal.
  • Menguji kesamaan dua rata-rata (uji data berpasangan)
  • Pendekatan statistik menggunakan rumus:

                                                                            t =B/(SB/vn)
Keterangan:
t = Nilai skor yang dicari
B = Nilai rata-rata beda
SB = Simpang baku beda
N = Jumlah responden
Kriteria Diterima Hipotesis
Jika = t (1 - 1/2 x) < t < t [1 - 1/2 x], dk (n – 1)
Tolak HO jika harga statistik yang dihitung > dari t tabel.
Terima HO jika harga statistik yang dihitung < dari t tabel.


DAFTAR PUSTAKA


Abdoellah, Arma, Drs. Msc. (1981). Olah Raga untuk Perguruan Tinggi. Cetakan                                         Yogyakarta: Sastra Hudaya.
Arikunto, Suharsimi. (1993). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
       Bina Aksara. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979/1980. Olah Raga Tenis Meja.
       Jakarta.
Dumadi, Kasiyo D. Permainan Tenis Meja. Depdikbud, 1992.
Mahendra, Agus (1997). Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Grafindo Media
       Pratama. Bandung.
Surakhmad, Winarno. (1990). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik.
       Tarsito. Bandung.